TUGAS ARTIKEL
AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Pengaruh Independensi dan Pemahaman
Good Governance terhadap Kinerja
Auditor Pemerintah
Oleh:
Elizabeth Hutami Widowati
F0312044
S1 Akuntansi Kelas B
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2014
PENGARUH INDEPENDENSI DAN PEMAHAMAN
GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA AUDITOR PEMERINTAH
Elizabeth Hutami Widowati
F0312044
Universitas Sebelas Maret
Abstraksi
Auditor
sektor publik mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang lebih luas dibanding
dengan auditor pada sektor swasta. Seorang auditor perlu mempunyai sikap
independensi, terlebih pada sektor publik. Disini berarti auditor sektor publik
harus terlepas dari kepentingan organisasi manapun dan berdiri secara mandiri,
termasuk terhadap DPR yang memberi mandat auditor sektor publik untuk memeriksa
keuangan negara. Selain itu, kompeten dan pemahaman mengenai kepemerintahan
yang baik juga harus dimiliki oleh auditor sektor publik. Artikel ini bertujuan
mengetahui pengaruh independensi dan pemahaman good governance terhadap kinerja auditor pemerintah.
I.
Pendahuluan
Di setiap negara tentu wajib mengelola keuangan
pemerintahannya dengan baik dan transparan. Rakyat juga pasti menginginkan
kejelasan dari setiap transaksi keuangan yang menggunakan uang mereka. Dalam
hal ini, diperlukan peran auditor untuk memeriksa keuangan pada lembaga
pemerintah. Auditor di sektor publik atau pemerintahan memiliki tantangan yang
berbeda dengan auditor di sektor bisnis. Perbedaan yang dapat
dilihat jelas adalah pada latar belakang institusional dan hukum.
Auditor sektor publik sudah seharusnya mengetahui ukuran
pemerintahan yang baik (good governance)
agar dapat menilai kewajaran aktivitas ekonomi di sektor pemerintahan. Auditor di pemerintahan selain dituntut untuk
kritis dalam menjaga uang rakyat juga dituntut untuk menghasilkan laporan yang
nyaman bagi semua pihak, baik pemerintah sebagai pihak yang diaudit maupun
masyarakat sebagai stakeholder utama.
Kritis dalam artian, auditor tetap harus mengedepankan independensi dalam
proses audit, memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa uang negara telah dibelanjakan
dengan baik dan bila memungkinkan rakyat pun juga sebisa mungkin turut menilai
kinerja pemerintah.
Namun di sisi lain, auditor pemerintah juga memiliki pertimbangan untuk tidak mengganggu kestabilan politik dan sosial suatu negara dari laporan yang dihasilkan.
Namun di sisi lain, auditor pemerintah juga memiliki pertimbangan untuk tidak mengganggu kestabilan politik dan sosial suatu negara dari laporan yang dihasilkan.
Kemampuan
auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan dan melaporkannya pada
pengguna laporan keuangan adalah definisi kualitas audit oleh De Angelo
(1981a). Peluang mendeteksi kesalahan tergantung pada kompetensi auditor, sedangkan
keberanian auditor melaporkan adanya kesalahan pada laporan keuangan tergantung
pada independensi auditor. Kompetensi diukur dari kemampuan auditor, misalnya
tingkat pengalaman, spesialisasi auditor, jam audit, dan lain-lain; sedangkan
independensi diukur dari sejauh mana auditor dapat bersikap independen dalam
melakukan proses audit dan memberikan opini (Fitriany, 2010). Hasil pemeriksaan
audit berupa temuan audit oleh BPK-RI menunjukkan kemampuan auditor dalam
mendeteksi kesalahan yang terdapat dalam laporan keuangan yang disyaratkan
dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang merupakan patokan bagi
pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara.
II.
Tinjauan
Teori
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, independensi merupakan suatu keadaan atau posisi
dimana kita tidak terikat dengan pihak manapun. Hal ini berarti keadaan kita
adalah mandiri, tidak mengusung kepentingan pihak tertentu atau organisasi
tertentu. Bakar et.al (2005) dalam jurnal Dyah Setyaningrum, merangkum beberapa
penelitian sebelumnya dan menemukan 6 faktor yang memengaruhi independensi
auditor yaitu: ukuran KAP, tingkat persaingan KAP, lamanya hubungan audit, audit fee, pelayanan konsultasi
manajemen, dan keberadaan komite audit.
Dalam
jurnal Optimalisasi Audit Kinerja Instansi Pemerintah, H. Rahmansyah Ritonga
(2013) menuliskan ada dua aspek independensi. Pertama yaitu independensi yang
sesungguhnya (real independence) yang
biasa disebut dengan "practitioner
independence". Real independence
dari para auditor secara individual mengandung dua arti, yaitu kepercayaan diri
(self reliance) dari setiap
personalia dan pentingnya istilah yang berkaitan dengan opini auditor atas
laporan keuangan. Aspek independensi yang kedua adalah independensi yang
muncul/tampak (independence in appearance)
dari para auditor sebagai kelompok profesi yang biasa disebut "profession independence".
Masih
dalam jurnal H. Rahmansyah Ritonga (2013), disamping dua aspek di atas,
independensi memiliki tiga dimensi, yaitu independensi dalam mebuat program,
independensi dalam melakukan pemeriksaan dan independensi dalam membuat laporan. Independensi dalam membuat
program meliputi bebas dari campur tangan dan perselisihan dengan auditee yang
dimaksudkan untuk membatasi, menetapkan dan mengurangi berbagai bagian audit;
bebas dari campur tangan dengan atau suatu sikap yang tidak kooperatif yang
berkaitan dengan prosedur yang dipilih dan bebas dari berbagai usaha yang
dikaitkan dengan pekerjaan audit untuk mereview selain dari yang diberikan
dalam proses audit.
Independensi
dalam melakukan pemeriksaan meliputi akses langsung dan bebas terhadap semua
buku, catatan, pejabat dan karyawan serta sumber-sumber yang berkaitan dengan
kegiatan, kewajiban dan sumber daya yang diperiksa; kerja sama yang aktif dari
pimpinan yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan; bebas dari berbagai
usaha pihak diperiksa untuk menentukan kegiatan pemeriksaan atau untuk
menentukan dapat diterimanya suatu bukti dan bebas dari kepentingan dan
hubungan pribadi yang mengakibatkan pembatasan pengujian atas berbagai kegiatan
dan catatan.
Independensi
dalam membuat laporan meliputi bebas dari berbagai perasaan loyal atau
kewajiban untuk mengurangi dampak dari fakta-fakta yang dilaporkan; pengabaian
penggunaan yang sengaja atau tidak sengaja dari bahasa yang mendua dalam
pernyataan fakta, pendapat dan rekomendasi serta dalam penafsirannya dan bebas
dari berbagai usaha untuk menolak pertimbangan auditor sebagai kandungan yang
tepat dari laporan audit, baik dalam hal yang faktual maupun opininya
Good governance
sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Menurut World Bank, (dalam
buku Mardiasmo 2009) good governance
dapat didefinisikan sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang
solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi
baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal and political framework
bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Menurut
Mardiasmo (2005) terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan
yang baik (good governance) yaitu
pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Selain itu, terdapat beberapa
karakteristik dalam pelaksanaan good governance yang dikemukakan oleh UNDP
(Mardiasmo 2009), yaitu:
a. Participation.
Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.
Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara
serta berpartisipasi secara konstruktif.
b. Rule of Law.
Kerangka hokum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
c. Transparency.
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang
berkaitan dengan kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh mereka
yang membutuhkan.
d. Responsiveness.
Lembaga-lembaga public harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder.
e. Consensus orientation.
Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
f. Equity.
Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan
dan keadilan.
g. Efficiency and Effectiveness.
Pengelolaan sumber daya public dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan
berhasil guna (efektif).
h. Accountability.
Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
i.
Strategic
vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus
memiliki visi jauh ke depan.
III.
Pembahasan
Berdasarkan Pasal 3 angka (1) No. 15 Tahun 2004
bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan
oleh BPK meliputi seluruh keuangan negara.
Selain itu dalam UUD 1945 Pasal 23 huruf e angka (1) menyebutkan “untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu
Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.” Independensi termasuk dalam
nilai-nilai dasar Badan Pemeriksa Keuangan. Oleh karena itu, independensi
berpengaruh positif terhadap kinerja auditor dalam pemerintahan. Auditor sector
public juga harus mengerti komponen laporan keuangan yang juga merupakan tolok
ukur dari sebuah kepemerintahan yang baik. PP No. 24 Tahun 2005 menyebutkan ada
4 komponen laporan keuangan yaitu, laporan realisasi anggaran, neraca, laporan
arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Jika auditor sektor publik mampu
memahami hal tersebut, kinerjanya juga akan semakin baik.
Adapun
beberapa faktor yang juga turut memengaruhi kualitas audit dan kinerja dari
seorang auditor yaitu:
Pengaruh Latar Belakang Pendidikan terhadap Kualitas
Audit
Pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh
seorang pemeriksa (auditor) harus memahami standar akuntansi keuangan di bidang
yang diperiksa. Selain itu juga harus memahami Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) untuk pekerjaan lapangan dan pelaporan dan juga Pernyataan
Standar Audit (PSA) yang berkaitan dan auditor diharuskan berkompeten dalam
menerapkan standar tersebut dalam tugas yang diberikan. Oleh karena itu latar
belakang pendidikan akuntansi menjadi sebuah keharusan bagi pemeriksa laporan
keuangan negara. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh, maka
pengetahuan akuntansinya akan semakin komprehensif.
Seperti yang dikatakan Batubara (2008) dalam jurnal
Dyah Setyaningrum, kualitas pemeriksa dituntut untuk lebih tinggi daripada
pelaksana, sehingga pemeriksa dapat melakukan penilaian atas ketaatan pelaksana
terhadap standar yang berlaku, dan hal itu dapat tercapai jika auditor memiliki
latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang yang diperiksa. Auditor yang
telah berpengalaman akan lebih banyak menemukan kesalahan serta item-item yang
tidak umum (atyptical) dibandingkan
auditor yang kurang berpengalaman. Hal ini seperti telah diungkapkan dalam
penelitian Choo dan Trotman (2001) dan Tubbs (1992) yang dirangkum dalam jurnal
Dyah Setyaningrum.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Auditor
Gaya kepemimpinan merupakan
norma perilaku yang digunakan seorang pimpinan pada saat pimpinan memengaruhi
perilaku bawahannya. Seseorang yang menjalankan fungsi manajemen berkewajiban
memengaruhi karyawan yang dibawahinya agar mereka tetap melaksanakan tugas
dengan baik, memiliki dedikasi yang tinggi terhadap organisasi dan tetap merasa
berkewajiban untuk mencapai tujuan organisasi (Sedarmayanti, 2007).
Dalam
profesi auditor internal, permasalahan dari luar pribadi auditor yang
seringkali mengganggu independensinya yaitu berasal dari pimpinan auditor.
Seorang auditor seringkali tidak dapat berkutik menghadapi hal ini, walaupun
auditor dapat melakukan tugasnya dengan independen. Namun, menurut Goleman
(2004) gaya kepemimpinan seorang manajer dapat mempengaruhi produktivitas
karyawan. Alberto et al (2005) dalam Trisnaningsih (2007) membuktikan bahwa
gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Hal ini
terangkum dalam jurnal Arywarti Marganingsih dan Dwi Martini.
Pengaruh
Tekanan Anggaran Waktu Terhadap Kinerja Auditor
Tekanan anggaran waktu
menurut De Zoort dan Lord (1997) didefinisikan sebagai kendala waktu yang dan
atau mungkin timbul dari keterbatasan sumber daya yang dialokasikan untuk
melaksanakan tugas. Menurut Ahituv dan Igbaria (1998), adanya tekanan anggaran
waktu dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Hasil audit yang berkualitas dari
seorang auditor seringkali dipengaruhi dalam keterbatasan waktu.
Pendapat
serupa juga ditulis oleh Liyanarachchi dan McNamara (2007) yaittu bahwa tekanan
anggaran waktu dapat mengakibatkan perilaku menyimpang auditor, yang dapat
memberikan implikasi yang serius bagi kualitas audit, etika, dan kesejahteraan
auditor. Dalam hal ini, auditor mengurangi pekerjaan hanya pada prosedur audit
tertentu, bergantung pada bukti kualitas
yang lebih rendah, melakukan premature sign-off, bahkan menghilangkan
sebagian prosedur audit yang seharusnya (Alderman dan Deitrick, 1982; Arnold et
al., 1997, 2000).
IV.
Simpulan
Memang
profesi audit dalam pemerintahan membutuhkan individu-individu yang berkualitas
tinggi, jujur, dan berani. Seandainya seorang auditor sejak awal menyadari
dirinya sebagai individu yang independen, tidak memikirkan siapa yang
memberinya mandat, apakah dari oposisi pemerintah ataukah kelompok loyalis,
maka level independensi yang tinggi dapat tercapai. Tingkat independensi yang
tinggi ini akan membantu auditor di dalam tugasnya menilai dan memberikan
opini, sehingga kinerja seorang auditor dapat dikatakan berhasil.
Selain
itu seorang auditor dalam pemerintahan juga sebaiknya adalah orang-orang
berkompeten dibuktikan dengan sertifikasi serta jam terbang audit yang tinggi. Hal
ini membuat auditor mampu memahami seluk beluk good governance dengan baik dan mampu mengungkapkan opini audit
secara obyektif sehingga kinerja auditor sektor publik dapat dikatakan
berhasil. Penulis berkesimpulan bahwa independensi dan pemahaman good governance memberi pengaruh yang
signifikan positif terhadap kinerja auditor pemerintahan.
V.
Daftar
Pustaka
Alim, Nizarul. Hapsari, Trisni. Purwanti,
Liliek. 2007. Pengaruh Kompetensi dan
Independensi Terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel
Moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X.
http://Digilib.mercubuana.ac.id/manager/file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_273752358680.pdf/
(diunduh 16 Juni 2014)
Djamil, Nasrullah. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit pada Sektor Publik dan
Beberapa Karakteristik untuk Meningkatkannya.
Setyaningrum, Diah. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit BPK-RI.
Universitas Indonesia. (diunduh 29 Mei 2014)
Sadjiarto, Arja. 2000. Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja
Pemerintahan. Dosen Universitas Kristen Petra. http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/
(diunduh 13 Mei 2014)
Ritonga, Rahmansyah. 2013. Optimalisasi Audit Kinerja Instansi
Pemerintah http://sumut.kemenag.go.id/
(diunduh 13 Mei 2014)
Marganingsih, Arywarti. Martani, Dwi. Analisis Variabel Anteseden Perilaku Auditor
Internal dan Konsekuensinya terhadap Kinerja.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor
Publik: Karakteristik dan Lingkungan
Sektor Publik. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Azari, Indri. Teori, Konsep, dan
Aplikasi Akuntansi Sektor Publik: Memahami
Fungsi BPK, BPKP, dan Inspektorat di Pemerintah Indonesia.
Lampiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar