Kamis, 19 Juni 2014

tugas artikel layak tayang

TUGAS ARTIKEL
AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Pengaruh Independensi dan Pemahaman Good Governance terhadap Kinerja Auditor Pemerintah

Logo-UNS.jpg

Oleh:
Elizabeth Hutami Widowati
F0312044
S1 Akuntansi Kelas B
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2014
PENGARUH INDEPENDENSI DAN PEMAHAMAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA AUDITOR PEMERINTAH

Elizabeth Hutami Widowati
F0312044
Universitas Sebelas Maret

Abstraksi
Auditor sektor publik mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang lebih luas dibanding dengan auditor pada sektor swasta. Seorang auditor perlu mempunyai sikap independensi, terlebih pada sektor publik. Disini berarti auditor sektor publik harus terlepas dari kepentingan organisasi manapun dan berdiri secara mandiri, termasuk terhadap DPR yang memberi mandat auditor sektor publik untuk memeriksa keuangan negara. Selain itu, kompeten dan pemahaman mengenai kepemerintahan yang baik juga harus dimiliki oleh auditor sektor publik. Artikel ini bertujuan mengetahui pengaruh independensi dan pemahaman good governance terhadap kinerja auditor pemerintah.

I.                   Pendahuluan
Di setiap negara tentu wajib mengelola keuangan pemerintahannya dengan baik dan transparan. Rakyat juga pasti menginginkan kejelasan dari setiap transaksi keuangan yang menggunakan uang mereka. Dalam hal ini, diperlukan peran auditor untuk memeriksa keuangan pada lembaga pemerintah. Auditor di sektor publik atau pemerintahan memiliki tantangan yang berbeda dengan auditor di sektor bisnis. Perbedaan yang dapat dilihat jelas adalah pada latar belakang institusional dan hukum.
Auditor sektor publik sudah seharusnya mengetahui ukuran pemerintahan yang baik (good governance) agar dapat menilai kewajaran aktivitas ekonomi di sektor pemerintahan.  Auditor di pemerintahan selain dituntut untuk kritis dalam menjaga uang rakyat juga dituntut untuk menghasilkan laporan yang nyaman bagi semua pihak, baik pemerintah sebagai pihak yang diaudit maupun masyarakat sebagai stakeholder utama. Kritis dalam artian, auditor tetap harus mengedepankan independensi dalam proses audit, memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa uang negara telah dibelanjakan dengan baik dan bila memungkinkan rakyat pun juga sebisa mungkin turut menilai kinerja pemerintah. 
Namun di sisi lain, auditor pemerintah juga memiliki pertimbangan untuk tidak mengganggu kestabilan politik dan sosial suatu negara dari laporan yang dihasilkan.
Kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan dan melaporkannya pada pengguna laporan keuangan adalah definisi kualitas audit oleh De Angelo (1981a). Peluang mendeteksi kesalahan tergantung pada kompetensi auditor, sedangkan keberanian auditor melaporkan adanya kesalahan pada laporan keuangan tergantung pada independensi auditor. Kompetensi diukur dari kemampuan auditor, misalnya tingkat pengalaman, spesialisasi auditor, jam audit, dan lain-lain; sedangkan independensi diukur dari sejauh mana auditor dapat bersikap independen dalam melakukan proses audit dan memberikan opini (Fitriany, 2010). Hasil pemeriksaan audit berupa temuan audit oleh BPK-RI menunjukkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan yang terdapat dalam laporan keuangan yang disyaratkan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang merupakan patokan bagi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
II.                Tinjauan Teori
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, independensi merupakan suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terikat dengan pihak manapun. Hal ini berarti keadaan kita adalah mandiri, tidak mengusung kepentingan pihak tertentu atau organisasi tertentu. Bakar et.al (2005) dalam jurnal Dyah Setyaningrum, merangkum beberapa penelitian sebelumnya dan menemukan 6 faktor yang memengaruhi independensi auditor yaitu: ukuran KAP, tingkat persaingan KAP, lamanya hubungan audit, audit fee, pelayanan konsultasi manajemen, dan keberadaan komite audit.
Dalam jurnal Optimalisasi Audit Kinerja Instansi Pemerintah, H. Rahmansyah Ritonga (2013) menuliskan ada dua aspek independensi. Pertama yaitu independensi yang sesungguhnya  (real independence)  yang biasa disebut dengan "practitioner independence". Real independence dari para auditor secara individual mengandung dua arti, yaitu kepercayaan diri (self reliance) dari setiap personalia dan pentingnya istilah yang berkaitan dengan opini auditor atas laporan keuangan. Aspek independensi yang kedua adalah independensi yang muncul/tampak  (independence in appearance)  dari para auditor sebagai kelompok profesi yang biasa disebut "profession independence".
Masih dalam jurnal H. Rahmansyah Ritonga (2013), disamping dua aspek di atas, independensi memiliki tiga dimensi, yaitu independensi dalam mebuat program, independensi dalam melakukan pemeriksaan dan independensi dalam  membuat laporan. Independensi dalam membuat program meliputi bebas dari campur tangan dan perselisihan dengan auditee yang dimaksudkan untuk membatasi, menetapkan dan mengurangi berbagai bagian audit; bebas dari campur tangan dengan atau suatu sikap yang tidak kooperatif yang berkaitan dengan prosedur yang dipilih dan bebas dari berbagai usaha yang dikaitkan dengan pekerjaan audit untuk mereview selain dari yang diberikan dalam proses audit. 
Independensi dalam melakukan pemeriksaan meliputi akses langsung dan bebas terhadap semua buku, catatan, pejabat dan karyawan serta sumber-sumber yang berkaitan dengan kegiatan, kewajiban dan sumber daya yang diperiksa; kerja sama yang aktif dari pimpinan yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan; bebas dari berbagai usaha pihak diperiksa untuk menentukan kegiatan pemeriksaan atau untuk menentukan dapat diterimanya suatu bukti dan bebas dari kepentingan dan hubungan pribadi yang mengakibatkan pembatasan pengujian atas berbagai kegiatan dan catatan.
Independensi dalam membuat laporan meliputi bebas dari berbagai perasaan loyal atau kewajiban untuk mengurangi dampak dari fakta-fakta yang dilaporkan; pengabaian penggunaan yang sengaja atau tidak sengaja dari bahasa yang mendua dalam pernyataan fakta, pendapat dan rekomendasi serta dalam penafsirannya dan bebas dari berbagai usaha untuk menolak pertimbangan auditor sebagai kandungan yang tepat dari laporan audit, baik dalam hal yang faktual maupun opininya
Good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik. Menurut World Bank, (dalam buku Mardiasmo 2009) good governance dapat didefinisikan sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Menurut Mardiasmo (2005) terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Selain itu, terdapat beberapa karakteristik dalam pelaksanaan good governance yang dikemukakan oleh UNDP (Mardiasmo 2009), yaitu:
a.       Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
b.      Rule of Law. Kerangka hokum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
c.       Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
d.      Responsiveness. Lembaga-lembaga public harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder.
e.       Consensus orientation. Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
f.       Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
g.      Efficiency and Effectiveness. Pengelolaan sumber daya public dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
h.      Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
i.        Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.

III.             Pembahasan
Berdasarkan Pasal 3 angka (1) No. 15 Tahun 2004 bahwa pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK  meliputi seluruh keuangan negara. Selain itu dalam UUD 1945 Pasal 23 huruf e angka (1) menyebutkan “untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.” Independensi termasuk dalam nilai-nilai dasar Badan Pemeriksa Keuangan. Oleh karena itu, independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor dalam pemerintahan. Auditor sector public juga harus mengerti komponen laporan keuangan yang juga merupakan tolok ukur dari sebuah kepemerintahan yang baik. PP No. 24 Tahun 2005 menyebutkan ada 4 komponen laporan keuangan yaitu, laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Jika auditor sektor publik mampu memahami hal tersebut, kinerjanya juga akan semakin baik.
Adapun beberapa faktor yang juga turut memengaruhi kualitas audit dan kinerja dari seorang auditor yaitu:
Pengaruh Latar Belakang Pendidikan terhadap Kualitas Audit
Pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh seorang pemeriksa (auditor) harus memahami standar akuntansi keuangan di bidang yang diperiksa. Selain itu juga harus memahami Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) untuk pekerjaan lapangan dan pelaporan dan juga Pernyataan Standar Audit (PSA) yang berkaitan dan auditor diharuskan berkompeten dalam menerapkan standar tersebut dalam tugas yang diberikan. Oleh karena itu latar belakang pendidikan akuntansi menjadi sebuah keharusan bagi pemeriksa laporan keuangan negara. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh, maka pengetahuan akuntansinya akan semakin komprehensif.
Seperti yang dikatakan Batubara (2008) dalam jurnal Dyah Setyaningrum, kualitas pemeriksa dituntut untuk lebih tinggi daripada pelaksana, sehingga pemeriksa dapat melakukan penilaian atas ketaatan pelaksana terhadap standar yang berlaku, dan hal itu dapat tercapai jika auditor memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang yang diperiksa. Auditor yang telah berpengalaman akan lebih banyak menemukan kesalahan serta item-item yang tidak umum (atyptical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman. Hal ini seperti telah diungkapkan dalam penelitian Choo dan Trotman (2001) dan Tubbs (1992) yang dirangkum dalam jurnal Dyah Setyaningrum.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Auditor
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seorang pimpinan pada saat pimpinan memengaruhi perilaku bawahannya. Seseorang yang menjalankan fungsi manajemen berkewajiban memengaruhi karyawan yang dibawahinya agar mereka tetap melaksanakan tugas dengan baik, memiliki dedikasi yang tinggi terhadap organisasi dan tetap merasa berkewajiban untuk mencapai tujuan organisasi (Sedarmayanti, 2007).
Dalam profesi auditor internal, permasalahan dari luar pribadi auditor yang seringkali mengganggu independensinya yaitu berasal dari pimpinan auditor. Seorang auditor seringkali tidak dapat berkutik menghadapi hal ini, walaupun auditor dapat melakukan tugasnya dengan independen. Namun, menurut Goleman (2004) gaya kepemimpinan seorang manajer dapat mempengaruhi produktivitas karyawan. Alberto et al (2005) dalam Trisnaningsih (2007) membuktikan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Hal ini terangkum dalam jurnal Arywarti Marganingsih dan Dwi Martini.
Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu Terhadap Kinerja Auditor
Tekanan anggaran waktu menurut De Zoort dan Lord (1997) didefinisikan sebagai kendala waktu yang dan atau mungkin timbul dari keterbatasan sumber daya yang dialokasikan untuk melaksanakan tugas. Menurut Ahituv dan Igbaria (1998), adanya tekanan anggaran waktu dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Hasil audit yang berkualitas dari seorang auditor seringkali dipengaruhi dalam keterbatasan waktu.
Pendapat serupa juga ditulis oleh Liyanarachchi dan McNamara (2007) yaittu bahwa tekanan anggaran waktu dapat mengakibatkan perilaku menyimpang auditor, yang dapat memberikan implikasi yang serius bagi kualitas audit, etika, dan kesejahteraan auditor. Dalam hal ini, auditor mengurangi pekerjaan hanya pada prosedur audit tertentu, bergantung pada bukti kualitas yang lebih rendah, melakukan premature sign-off, bahkan menghilangkan sebagian prosedur audit yang seharusnya (Alderman dan Deitrick, 1982; Arnold et al., 1997, 2000).

IV.             Simpulan
Memang profesi audit dalam pemerintahan membutuhkan individu-individu yang berkualitas tinggi, jujur, dan berani. Seandainya seorang auditor sejak awal menyadari dirinya sebagai individu yang independen, tidak memikirkan siapa yang memberinya mandat, apakah dari oposisi pemerintah ataukah kelompok loyalis, maka level independensi yang tinggi dapat tercapai. Tingkat independensi yang tinggi ini akan membantu auditor di dalam tugasnya menilai dan memberikan opini, sehingga kinerja seorang auditor dapat dikatakan berhasil.
Selain itu seorang auditor dalam pemerintahan juga sebaiknya adalah orang-orang berkompeten dibuktikan dengan sertifikasi serta jam terbang audit yang tinggi. Hal ini membuat auditor mampu memahami seluk beluk good governance dengan baik dan mampu mengungkapkan opini audit secara obyektif sehingga kinerja auditor sektor publik dapat dikatakan berhasil. Penulis berkesimpulan bahwa independensi dan pemahaman good governance memberi pengaruh yang signifikan positif terhadap kinerja auditor pemerintahan.

V.                Daftar Pustaka
Alim, Nizarul. Hapsari, Trisni. Purwanti, Liliek. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X.  http://Digilib.mercubuana.ac.id/manager/file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_273752358680.pdf/  (diunduh 16 Juni 2014)
Djamil, Nasrullah. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit pada Sektor Publik dan Beberapa Karakteristik untuk Meningkatkannya.
Setyaningrum, Diah. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit BPK-RI. Universitas Indonesia. (diunduh 29 Mei 2014)
Sadjiarto, Arja. 2000. Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan. Dosen Universitas Kristen Petra. http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/ (diunduh 13 Mei 2014)
Ritonga, Rahmansyah. 2013. Optimalisasi Audit Kinerja Instansi Pemerintah http://sumut.kemenag.go.id/ (diunduh 13 Mei 2014)
Marganingsih, Arywarti. Martani, Dwi. Analisis Variabel Anteseden Perilaku Auditor Internal dan Konsekuensinya terhadap Kinerja.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik: Karakteristik dan Lingkungan Sektor Publik. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Azari, Indri. Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik: Memahami Fungsi BPK, BPKP, dan Inspektorat di Pemerintah Indonesia.

Lampiran




Tidak ada komentar:

Posting Komentar