Rabu, 21 Desember 2011

Lagi dan lagi ..

aku terjebak situasi...
antara teman, dan nilai...
usahaku belajar semalaman, dan tlah berhasil kutuangkan dalam kertas pagi ini .. disalin begitu saja oleh temanku.
padahal hanya sedikit jawaban kutrima darinya.
aku takut kalau itu membuatnya lebih unggul dariku.
apakah itu akan adil buatku?
namun jika ku tak mau berbagi,
tak akan ada yang kan jadi temnaku lagi.
semua itu membuatku bingung..
memilih antara teman dan kesuksesan.

Senin, 05 Desember 2011

Kebungkamanmu

Setelah kau nikmati buah karya jelata tak berdaya
Kau berlari menjauh dari bumi pertiwi…
Di ujung sana…
Kau tak mau menerima caci maki seorang diri
Kau pun menyingkap sebuah tabir rahasia
Tentang tikus-tikus yang merajai kursi politik
            Tak segelintir rasa takut menyelimutimu
            Membuat hati elit negri ini panas membara
            Membuat setiap insan berlomba mencarimu…
Saat kau kembali menginjak bumi pertiwi
Semua mata tertuju padamu…
Namun keberanianmu seolah lenyap
Berganti kegentaran…
Hatimu menciut, dirimu membisu
Bungkam seribu bahasa
Kau tlah siap tuk hidup di bui
Namun kau mengaku hilang ingatan
Agar anak isterimu tak disentuh secuil pun
            Menimbulkan tanda tanya besar…

Si Anggun Mawar

“Pagii, semuaa..” sapa Mawar pada teman-temannya ketika memasuki ruang kelas. “Iya, pagi juga Mawar..” timpal Liana. “Tumben nih ceria banget, ada apa? Eh, ada PR Matematika lho. Udah ngerjain belum?” kata Keyla sembari duduk di samping Mawar. “Nggak ada apa-apa kok, kan setiap pagi kita emang harus bersemangat. Gue udah ngerjain dong. Oya, denger-denger hari ini bakal ada anak baru lho di kelas kita,” jawab Mawar. “Oya? Cewek ato cowok?” tanya Keyla bersemangat. “Yaah..mana gue tahu,” jawab Mawar sambil mengangkat bahu.
            Teng..  Teng..
            “Selamat pagi anak-anak,” sapa Bu Sera. “Pagi ini kita kedatangan teman baru dari Kota Bandung. Ayo masuk dan perkenalkan dirimu,” kata Bu Sera sambil mempersilakan anak baru itu. “Permisi. Perkenalkan, nama saya Rena Avianti. Saya pindah ke Jakarta karna Ayah saya baru saja meninggal. Jadi saya dan Ibu saya sekarang tinggal di rumah Nenek di Kebon Jeruk. Kalau teman-teman mau, kalian boleh kok main ke rumah,” kata Rena sambil memamerkan kedua lesung pipitnya. “Baiklah Rena, karna bangku di sebelah Mawar kosong, kamu bisa duduk di situ,” kata Bu Sera. “Yak, anak-anak, perkenalan dengan Rena bisa dilanjutkan nanti sewaktu istirahat. Sekarang kita lanjutkan pelajaran.”
            Sewaktu istirahat di kantin…
            “Lo nggak makan Ren?” tanya Mawar memecah keheningan di salah satu meja di sudut kantin. “Aku masih kenyang kok, tadi di rumah udah sarapan,” jawab Rena. “Udaah, lo pesen aja makanan yang lo pengen. Gue traktir deh.. Gak usah malu-malu,” kata Mawar. “Enggak usah Mawar. Makasih,” balas Rena sambil tersenyum manis. “Ya udah deh kalo lo nggak mau. Oya, boleh gue tanya sesuatu?” kata Mawar. “Boleh, tanya apa?” balas Rena. “Bokap lo kapan meninggalnya? Di Bandung lo ranking berapa?” tanya Mawar memberondong. “Ayahku meninggalnya udah sebulan lalu. Di sekolahku yang lama Puji Tuhan aku bisa dapet juara umum. Oya, denger-denger di sekolah ini kamu ya juara umumnya?” jawab Rena. “Oh.. Iya, Alhamdulilah yah. Hehehehe..” balas Mawar. “Syahrini mode: On,” canda Rena yang disambut gelak tawa dari kedua sahabat baru itu.
            Begitulah, tidak perlu waktu lama Mawar dan Rena pun menjadi sahabat yang bisa saling mengisi. Meskipun dalam hal prestasi mereka adalah saingan berat, tapi mereka tidak pernah mempermasalahkan hal itu.

14 Februari 2009
Semua siswa putri di SMA Negri 15 Jakarta pasti berharap untuk mendapat kiriman bunga atau diberi coklat oleh cowok-cowok yang mereka impikan. Di sekolah itupun juga ada kebiasaan turun-menurun tentang siapa cewek yang mendapat banyak kiriman bunga atau coklat terbanyak di Hari Valentine berarti dialah Cewek Terpopuler di sekolah. Tahun lalu yang menjadi Cewek Terpopuler adalah Mawar.  Tetapi tahun ini banyak penggemar Mawar yang berganti hati pada Rena. Jadi sudah jelas bahwa Cewek Terpopuler tahun 2009 ini adalah Rena. Mawar tidak sakit hati, malahan ia memberi selamat pada sahabat karibnya itu. Namun sayang, karna kejadian itu, Rena banyak dicibir oleh cewek-cewek kelas XII. Rena hanya menganggapnya angin lalu, karna ia pun tidak pernah berharap menjadi Cewek Terpopuler di sekolah itu.
Saat jam sekolah telah usai, Mawar mendapat telepon yang tidak terduga. Ibunya jatuh terpeleset di kamar mandi dan sewaktu perjalanan menuju Rumah Sakit beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Mawar langsung memacu sepeda motornya dengan kencang. Sesampainya di rumah, sudah banyak sanak saudara yang datang. Ayahnya pun terlihat menangis di samping jasad ibunya. Mawar merasa seakan dunianya runtuh saat itu juga dan ia tidak punya tenaga lagi untuk berdiri. Ia tidak menyangka ibunya akan pergi secepat itu.
Keesokan harinya Mawar memilih untuk tidak masuk sekolah. Ayahnya memperbolehkan. Mawar dihibur oleh saudara-saudara yang menginap di rumahnya. Namun semua candaan yang dilemparkan hanya ditanggapi dengan senyum terpaksa oleh Mawar. Saat jam pulang sekolah, teman-teman sekelasnya datang untuk menghibur Mawar.
            4 bulan berjalan semenjak kematian Ibu Fero, semua orang yang mengenal Mawar merasakan adanya keanehan pada diri Mawar. Sekarang Mawar tidak pernah lagi menyapa teman-temannya, saat pelajaran pun ia sering melamun. Sudah berkali-kali ia diberi peringatan keras oleh guru-gurunya. Namun Mawar hanya menganggapnya angin lalu saja. Saat pembagian rapor kenaikan kelas tiba, Pak Ferdi terkejut melihat prestasi anaknya yang menurun drastis.
            “Mawar, sayang, anak Ayah yang paling cantik. Kok makanannya cuma diliatin aja?” tanya Pak Ferdi memecah keheningan di meja makan. Mawar hanya terdiam. “Nak, Ayah boleh tanya sesuatu?” “Tanya apa, Yah?” jawab Mawar sambil memainkan sendoknya dan tetap menatap kosong ke arah piringnya. “Ayah kaget lho sama prestasi belajarmu sekarang. Ada apa? Kamu ada masalah ya, Nak?” Mawar tetap bergeming. “Apa ini karena Ayah yang kurang memperhatikan kamu? Ayah minta maaf ya, Nak. Semenjak kepergian Ibumu, Ayah jadi lebih suka menyibukkan diri dengan pekerjaan kantor,” kata Pak Ferdi dengan hati-hati. Mawar hanya menatap mata Ayahnya, lalu beranjak dari kursinya dan mengurung diri di kamar. Pak Ferdi bingung dengan tingkah anak semata wayangnya itu.
            Keesokan paginya, Mawar terkejut Ayahnya masih berada di rumah. Padahal jam sudah menunjuk pukul 09.00 WIB. “Ayah nggak ngantor?” tanya Mawar dengan muka bantalnya. “Ayah ambil cuti seminggu ini. Oh ya, hari ini kamu pengen pergi kemana sayang?” balas Pak Ferdi. “Nggak kemana-mana kok, Yah.. Temen-temen pada liburan sendiri-sendiri,” jawab Mawar. “Ya udah, kamu mandi dulu gih. Ntar kita pergi jalan-jalan bareng. Mau?” kata Pak Ferdi sambil mengelus kepala anak kesayangannya itu. “Kemana Yah?” tanya Mawar penasaran. “Kemana aja kamu mau. Pokoknya sekarang kamu mandi dulu. Anak gadis kok jam segini baru bangun. Idiih..malu sama ayam tetangga,” goda Pak Ferdi. “Iih..apaan siih Ayah ini,” kata Mawar sambil menggelitik perut Ayahnya. Pak Ferdi senang melihat Mawar akhirnya bisa tertawa lepas lagi seperti tadi.
            “Udah siap?” tanya Pak Ferdi. “Cap cuus, Dady..” jawab Mawar centil. “Kita cari sarapan dulu ya Nak. Ayah tahu tempat makan enak niih,” kata Pak Ferdi sembari berfokus pada kemudi mobilnya. Sesampai di tempat makan Pak Ferdi langsung memesankan makanan kesukaan Mawar. “Sayang, Ayah pengen ngomong sesuatu sama kamu,” kata Pak Ferdi serius. “Ngomong aja, Yah. Emang mau ngomongin apa sih? Kok serius amat?” kataku penasaran. “Ayah sudah punya calon Ibu baru untuk kamu,” jawab Ayah hati-hati. “Apa? Kenapa Ayah gak ngomong dulu sama aku? Kenapa Ayah cepet banget ngelupain Ibu?” kataku sembari membanting sendok dan garpuku. Mawar yang tak kuasa menahan amarahnya lantas meninggalkan Ayahnya sendirian termangu. Mawar tidak terima Ayahnya sebegitu cepat mencari pengganti Ibunya. Pak Ferdi tak ingin anaknya marah, namun ia juga tidak gampang membatalkan pernikahan yang tinggal menghitung hari.
            Mawar tak mau menghadiri pernikahan Ayahnya sendiri. Ia terlalu sakit hati melihat Ayahnya menikah dengan perempuan yang ternyata adalah Ibu dari Rena sahabatnya. Hari-hari berlalu dan Mawar menjadi semakin uring-uringan. Ia sama sekali tak mau menerima kehadiran Ibu barunya itu. Setiap disapa oleh Rena, Mawar selalu saja melengos pergi. Melihat keadaan rumah yang seperti itu, semakin sedihlah Pak Ferdi. Ia menyadari ternyata keputusannya untuk menikah lagi itu salah, tapi nasi telah menjadi bubur. Tak mungkin Pak Ferdi menceraikan istri yang baru saja dinikahinya itu. Jauh di dalam lubuk hatinya, Pak Ferdi yakin suatu saat Raya istrinya bisa meluluhkan hati Mawar dan menjadi ibu yang  baik bagi anak kesayangannya itu.
10 September  2010
Mawar berharap hari ini bisa menjadi hari yang spesial baginya. Cewek berpostur tinggi ini ingin Ayahnya segera pulang dari liburannya bersama Ibu Raya. Sudah banyak teman-teman yang memberi ucapan selamat dan memberinya kado. Namun kebahagiaannya serasa belum lengkap karena hingga saat ini Pak Ferdi tak kunjung pulang. Menelepon pun tidak. Mawar yang sudah tidak sabar berinisiatif untuk menelepon Ayahnya itu. “Halo, Ayah?” kata Mawar. “Iya sayang, ada apa?” jawab suara Pak Ferdi di seberang telepon. “Ayaah.. Hari ini kan aku ulang tahun. Masak Ayah lupa? Ayah lagi dimana siih?” tanyaku sebal. “Iya, iya, sayang.. Ayah inget kok, ini Ayah lagi di jalan Nak. Niatnya Ayah ingin memberi ucapan selamat langsung ke kamu. Tapi karna kamu udah telepon, ya Ayah mau bilang sekarang aja. Sebelum waktu Ayah habis,” kata Ayah. Deg. ‘Apa maksud Ayah mengatakan kalau waktu Ayah akan habis?’ Mawar bertanya-tanya dalam hatinya. Tapi Mawar berpikir mungkin setelah ini Ayahnya ada urusan lain. “Hei, sayang, kok kamu diem aja? Kamu denger gak Ayah ngomong apa?” suara Ayah yang berwibawa membuyarkan lamunan Mawar. “Eh, iya Yah.. Aku denger kok. Makasih ya, Yah. Pokoknya yang penting Ayah harus cepet pulang ya,” kataku merengek. Karena susah membagi konsentrasi antara menjawab telepon dengan menyetir, tiba-tiba ponsel Pak Ferdi terjatuh. Pak Ferdi pun lantas cepat-cepat merogoh ponsel yang terjatuh, dan tanpa Ia sadari kecelakaan menimpa dirinya. Mawar kebingungan karna tiba-tiba saluran telponnya terputus. Kecemasan mulai meliputi hatinya.
Beberapa menit kemudian Mawar mendapat telepon dari Rumah Sakit yang mengabarkan bahwa Pak Ferdi mengalami kecelakaan bersama Ibu Raya. Mawar dan Rena segera bergegas menuju Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit, Pak Ferdi telah menghembuskan nafas terakhir sedangkan Ibu Raya masih dalam keadaan kritis. Tak kuasa Mawar menahan air matanya. Begitu juga dengan Rena, meskipun Ia baru mengenal Ayah barunya itu tapi Rena merasakan kehilangan yang teramat dalam.
Mawar merasa sangat bersalah atas kepergian Ayahnya. Ibu Raya tak pernah menyalahkan Mawar tetapi justru selalu menghibur Mawar dan selalu ada untuknya. Mawar sadar selama ini Ia telah berbuat jahat terhadap Ibu Raya dan juga Rena. “Mama, Rena, aku minta maaf ya atas kelakuanku selama ini,” kataku dengan tak sadar telah menitikkan air mata. “Sayang, kamu manggil aku Mama? Makasih ya Mawar, kamu nggak perlu minta maaf kok,” kata Bu Raya lembut sembari mencium keningku. “Mawar,” kata Rena yang tiba-tiba langsung memelukku. Sejak kejadian itu Mawar mulai merubah sikapnya yang selama ini membuat teman-temannya kesal. Ia kembali menjelma menjadi Si Anggun Mawar yang disayangi guru dan teman-temannya.

Kamis, 06 Oktober 2011

-Pak Polisi Lucu-

Cerita ini adalah cerita nyata yang dialami sendiri oleh Bapak kandung saya saat mengerjakan proyek di Madiun, Jawa Timur.
Minggu, 25 September 2011 yang lalu Pak Tri, teman sekaligus bos dari Bapak, ingin mengikuti ibadat di salah satu Gereja Kristen di Madiun (kurang tahu nama gereja itu apa). Namun karena baru sekitar 2 minggu ada di kota itu, Pak Tri datang terlambat sehingga pintu utama gereja sudah ditutup. Pak Tri wara-wiri mencari pintu masuk lain. Seorang Polisi mencurigai gerak-gerik Pak Tri karena beliau naik mobil berplat nomor Cirebon. Maklum, pada siang harinya sempat terjadi letusan bom di GBIS Kepunton Solo yang pelakunya diidentifikasi berasal dari jaringan teroris di Cirebon. Keesokan harinya, Bapak dan Pak Tri diciduk secara paksa oleh Pak Polisi dan diinterogasi di Kantor Kepolisian di daerah itu karena mereka berdua diduga termasuk komplotan teroris. Pak Polisi tidak percaya dengan semua keterangan yang dilontarkan oleh Bapak dan Pak Tri. (Yaah, soalnya Bapak juga gak bawa surat-surat yang bisa membuktikan kalau Bapak bukan teroris siih). Pak Tri pun menelepon jajaran Polda Jakarta yang notabene adalah teman Pak Tri. Kapolda Jakarta itu lalu menelepon Kapolsek Madiun bahwa Pak Tri dan Bapak ada di Madiun untuk kepentingan mengerjakan proyek bangunan dan bukanlah anggota jaringan teroris.
Akhirnya Pak Polisi itu ditegur habis-habisan oleh Kapolseknya..
Bapak dan Pak Tri pun diberi secangkir teh dan Pak Polisi itu minta maaf.
Bagi yang tidak percaya kebenaran cerita ini, Anda bisa membaca di koran Radar Madiun edisi Selasa, 27 September 2011.
Semoga kisah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian. J

Jumat, 09 September 2011

mungkin bisa dikatakan ini sebuah cerpen

Sebuah Penantian
Eliz Widowati

Setiap aku melintas di jalan ini, aku selalu tertegun melihat sesosok anak gadis mungil menyibukkan dirinya dengan berjalan menghampiri dari satu mobil ke mobil lainnya. Lama aku mengamati. Anak gadis itu berpakaian kumuh, sobek disana-sini. Teriknya matahari tak menghalanginya berjuang mendapatkan rupiah. Sedetik ia mengelap peluh yang menetes, sedetik kemudian ia berjalan ke arahku.
“Mau es jeruk, dik?” tanyaku.
“Trimakasih, Mbak. Tapi saya nggak punya uang,” jawabnya dengan polos.
“Tidak apa-apa. Saya ikhlas kok,” kataku sambil menyodorkan kantong plastik es milikku.
“Trimakasih, Mbak,” balasnya. Dari wajahnya tergambar jelas bahwa ia amat letih.
“Siapa namamu, dik?”
“Diyah, Mbak,” jawabnya singkat.
“Saya Puan. Orang tuamu dimana dik?”
“Sudah meninggal.”
“Lantas, kamu tinggal dimana? Masih sekolah?” aku semakin tertarik mengobrol dengan anak ini.
“Dekat situ kok, Mbak. Masih,” ia selalu menjawab dengan kata-kata singkat, membuatku semakin penasaran.
“Kelas berapa dik?”
“2 SMP.”
“Di rumah sendirian dik?”
“Saya masih punya adik bayi, Mbak,”
Tertegun aku mendengar jawabannya. Kasihan.
“Mbak, saya pamit ya.”
“Mau kemana?”
“Pulang, Mbak. Mau kasih susu untuk adik,” jawabnya sembari beranjak meninggalkanku.
“Tunggu. Boleh ikut dik?” tanyaku pelan.
Lama kutunggu jawabannya.
“Boleh. Mari ikut saya, Mbak.”
Aku tak menyangka, sungguh sopan anak ini.
Sesampai di depan rumahnya, aku hanya bisa terpaku.
“Masuk, Mbak,” kata anak itu membuyarkan pikiranku.
Aku dipersilakan duduk, lalu ia meninggalkanku begitu saja. Tak lama kemudian sayup-sayup kudengar suara tangis bayi memecah hening siang ini.
“Seadanya saja ya, Mbak. Maaf, saya mau mengurus adik saya dulu,” katanya sambil menyuguhkan segelas air putih kepadaku.
Miris hatiku melihat kondisi rumah yang terbuat dari anyaman bambu ini. ‘Bagaimana anak ini dan adiknya akan bisa bertahan hidup kalau kondisi rumahnya saja seperti ini?’ tanyaku dalam hati.
Tak lama Diyah menampakkan dirinya dan duduk di sebelahku.
“Bagaimana kondisi adikmu dik?” tanyaku memulai percakapan.
“Baik kok, Mbak. Dion tidur lagi,” sahutnya sambil menatapku lekat-lekat.
“Namanya Dion ya? Oya, Mbak boleh tanya sesuatu?”
“Tanya apa?”
“Bagaimana orang tuamu bisa meninggal?” tanyaku hati-hati. Takut membuatnya sedih.
“Hmhh.. Begini Mbak, dulu keluarga saya adalah keluarga terpandang. Tapi tiba-tiba rumah kami disita oleh petugas bank dan kami terpaksa mengontrak di rumah sempit di seberang jalan sana. Lalu Ayah mencuri barang milik tetangga kami dan dipukuli habis-habisan hingga akhirnya tewas. Ibu yang terlalu berat memikirkan kehidupan keluarga kami tiba-tiba terkena serangan jantung dan tidak bisa tertolong lagi. Itu semua membuat aku harus merawat adikku yang masih berumur 7 bulan sendirian. Dan karena tidak bisa melunasi kontrakan rumah, akhirnya aku memutuskan untuk tinggal di gubuk ini, pemberian dari seorang yang baik hati, Mbak,” ceritanya panjang lebar.
“Oh..” jawabku singkat sambil mencerna apa yang baru saja ia katakan.
Keheningan kembali tercipta di antara kami.
Tiba-tiba terlintas di benakku sesuatu yang besar yang bisa membawa perubahan besar bagi hidupku dan juga hidup anak ini.
Akupun dengan sigap mengambil handphone dan berpamitan sebentar untuk menelepon suamiku.
Setelah selesai menelepon, aku masuk kembali ke rumah gubuk Diyah dengan hati lega dan wajah yang sumringah.
“Diyah, saya punya kabar baik untuk kamu,” kataku tiba-tiba.
“Ada apa?”
“Saya ingin membawa kamu dan adikmu pulang ke rumah saya.”
Ternyata Diyah merespon dengan baik tawaranku. Begitulah, akhirnya setelah 5 tahun menanti, kebahagiaan rumah tanggaku menjadi semakin lengkap dengan hadirnya Diyah dan Dion sebagai anakku.

sepotong cerita hati di hari spesial ibuku

Ibu…
Maafkan aku…
Selama ini aku selalu meminta, meminta,dan terus meminta…
Tak pernah kudengarkan isi hatimu…
Tak pernah kuperhatikan perasaanmu…
Perasaan yang selalu ingin disayang oleh anak-anaknya…
Maafkan aku,
Aku tak bisa memberimu apapun,
Selain ucapan selamat ulang tahun.
Tak pernah kulukiskan sgala perasaanku dengan segenap kata-kata.
Aku hanya bisa menyampaikannya lewat doa semata…
Tuhan, lindungi ibu dan bapakku… J

sepatah kata


Semuanya tuh udah diatur sama yang Di atas.
Takdir. Ya, tentu lebih tepat kalau kita menyebutnya takdir.
Tak perlu dicemaskan.
Tak perlu kita pusing memikirkannya.
Gak mau gendut lah, gak mau pendek lah…
Dan berbagai keluhan lain tentang fisik.
Hhh…Come on, let it flow gals!
Kalo di dunia ini semua orang diciptakan dengan tinggi badan yang menjulang, tentu tidak akan membuat dunia ini menarik.
Ya, memang benar kita harus berusaha semaksimal mungkin.
Tapi ingatlah, jangan pernah mengutak-atik karya tangan Yang Mahakuasa. Semua yang diciptakanNya itu baik, teman.
Usaha semaksimal mungkin yang Ia inginkan adalah usaha untuk mengolah potensi kita.
Ia ingin kita manusia mengembangkan segala bakat, talenta, dan kemampuan yang ada pada diri kita.
BUKAN merubah fisik kita!
Jika kita berhasil mengembangkan kemampuan kita, maka kita akan mampu menguasai dunia.
BUKAN dikuasai dunia!
Dan asal kamu tahu, Ia Mahatahu segala kebutuhanmu.
Ia telah menyediakan segalanya untukmu.
Bahkan, sebelum kamu pusing memikirkannya.
Ia sudah punya jalan keluar untuk segalamasalahmu.
Dan kalau kamu berpikir tak akan ada cinta yang datang jika kamu punyai fisik yang sama sekali tak menarik untuk ukuran duniawi, kamu salah!
Ingat, Dia lah yang memegang riwayat hidupmu.
Yakinlah, Ia telah menyediakan seorang yang akan menghadirkan cinta yang sejati dalam hidupmu.
Biarkan saja banyak lawan jenis mengejekmu karena kekurangan fisikmu.
Itu berarti dia BUKAN untuk kamu.
Dari jutaan lelaki di dunia ini, akan ada satu yang hadir mengisi hatimu. Percayalah!
Dalam mencari cinta, tak perlu serakah.
Cukup satu sajalah, teman.
Jika satu cinta itu tlah datang padamu, jangan sia-siakan dia.