TUGAS AKHIR PEREKONOMIAN INDONESIA
PELUANG SEKTOR INDUSTRI INDONESIA
DALAM MENGHADAPI AEC 2015
Disusun oleh:
Elizabeth Hutami Widowati
F0312044
S1-Akuntansi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembuatan mesin untuk memudahkan
kerja manusia sebenarnya sudah ada sejak zaman purbakala. Namun manusia belum
memproduksi mesin secara besar-besaran. Semenjak tercetusnya Revolusi Industri
di Perancis, sektor industri mulai berkembang dengan pesat. Hampir semua negara
di dunia terutama negara maju saat itu mulai berlomba-lomba memperbarui
teknologi dan memproduksinya secara besar-besaran. Ambisi tiap negara maju
hampir sama, yaitu mengeksploitasi negara jajahannya menggunakan mesin sehingga
mampu menghasilkan produk yang lebih tahan lama apabila ingin dikirim ke luar
negara jajahan dibanding produk mentah.
Saat itu Indonesia juga mendapat
pengaruh secara langsung dari Revolusi Industri tersebut. Di wilayah Indonesia
terutama di Pulau Jawa, mulai bermunculan pabrik-pabrik yang didirikan oleh
negara jajahannya. Contohnya adalah pabrik gula. Pabrik ini mampu menghasilkan
gula yang lebih awet jika dibawa keluar Indonesia menuju negara lain (diekspor)
dibandingkan dengan bahan mentahnya yaitu tebu.
Seiring berjalannya waktu,
semakin banyak negara maju yang melirik Indonesia untuk mendirikan berbagai
macam industri. Setelah Indonesia merdeka, banyak pabrik yang dinasionalisasi
oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah menyadari pentingnya kehadiran berbagai
macam industri untuk perkembangan perekonomian Indonesia. Sejak saat itu
pabrik-pabrik semakin banyak bermunculan di Indonesia karena pemerintah
Indonesia menandatangani perjanjian dengan berbagai negara untuk
mengeksploitasi sumber daya alamnya. Penulis mengambil judul “PELUANG SEKTOR
INDUSTRI INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC 2015” karena ingin menganalisis
kekuatan perekonomian Indonesia yang ditopang oleh sektor perindustriannya
terutama dalam mempersiapkan diri menghadapi AEC 2015.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat menjadi
acuan dalam penulisan essay ini yaitu:
1.
Bagaimana
kinerja industri Indonesia dalam rentang tahun 2011-2013?
2.
Bagaimana peluang
industri Indonesia terutama dalam menghadapi AEC 2015?
C.
Rumusan
Hipotesis
Hipotesis 1:
Indonesia
dilihat mempunyai potensi besar dan mampu bersaing dalam sektor industri
terutama untuk menghadapi AEC 2015.
Hipotesis 2:
Indonesia
masih tertinggal dengan negara anggota AEC lainnya terutama pada sektor industri
sehingga dianggap masih belum mampu bersaing.
BAB II
TINJAUAN
LITERATUR
Dalam keterkaitan dengan dunia perindustrian,
asumsi Teori Ricardian dapat digunakan untuk menjadi acuan. Asumsi tersebut
berbicara mengenai:
a) Seluruh tanah digunakan untuk produksi gandum dan
angkatan kerja dalam pertanian membantu menentukan distribusi industri;
b) “law of diminishing return” berlaku bagi tanah;
c) Persediaan tanah adalah tetap;
d) Permintaan akan tanah benar-benar inelastis;
e) Buruh dan modal adalah masukan yang bersifat variabel;
f) Keadaan pengetahuan teknis adalah tertentu (given);
g) Seluruh buruh
dibayar dengan upah yang cukup untuk hidup secara minimal;
h) Harga penawaran buruh adalah tertentu dan tetap;
i) Permintaan akan buruh tergantung pada pemupukan modal;
dan bahwa baik harga permintaan maupun penawaran buruh tidak tergantung pada
produktivitas marginal tenaga kerja.
j) Terdapat persaingan yang sempurna;
k) Pemupukan modal dihasilkan dari keuntungan
Teori Ricardo
mengenai saling hubungan antara tiga kelompok dalam perekonomian yaitu tuan
tanah, kapitalis dan buruh. Kepada tiga kelompok ini, keseluruhan hasil tanah
dibagi-bagikan.
Pembagian sewa keuntungan dan upah. Pada saat hasil gandum
tertentu, andil masing-masing kelompok dapat ditentukan. Sewa per unit buruh
adalah perbedaan antara produk rata-rata dan produk marginal. Atau keseluruhan
sewa sama dengan perbedaan antara produk rata-rata dengan produk marginal
dikalikan dengan banyaknya tenaga kerja dan modal yang digunakan dalam
pengolahan tanah.
Proses pemupukan modal. Menurut Ricardo,
pemupukan modal merupakan keuntungan, sebab keuntungan merupakan kekayaan yang
disisihkan untuk pembentukan modal. Pemupukan modal tergantung pada 2 faktor: (1) kemampuan untuk menabung dan (2) kemauan untuk menabung
Tingkat keuntungan. Tingkat keuntungan =
keuntungan/upah (keuntungan dibagi upah). Tingkat keuntungan sama dengan rasio
keuntungan terhadap modal yang digunakan. Tetapi karena modal hanya terdiri
dari modal kerja, maka keuntungan sama dengan rekening upah. Sepanjang tingkat
keuntungan positif, pemupukan modal akan berlanjut.
Kenaikan upah. Ricardo mencoba
menunjukkan bahwa hanya dalam kondisi lain pemupukan modal akan mengurangi
keuntungan. Didalam sistem Ricardo, upah memainkan peranan aktif dalam
menentukan pendapatan antara modal dengan buruh. Tingkat upah meningkat bila
harga barang yang dibutuhkan buruh meningkat.
Berkurangnya keuntungan pada industri lain. Menurut Ricardo “keuntungan petani menentukan
keuntungan seluruh usaha yang lain. Karena itu tingkat keuntungan uang yang
diperoleh dari modal harus sama dengan keseimbangan, baik dalam pertanian
ataupun dalam industri.
Sumber lain pemupukan modal. menurut Ricardo, pembangunan ekonomi tergantung pada
perbedaan antara produksi dan konsumsi. Karena itu ia menekankan pentingnya
peningkatan produksi dan pengurangan konsumsi. Dalam istilah Ricardo modal
dapat dinaikkan dengan cara menaikkan produksi atau dengan mengurangi konsumsi
yang tidak produktif.
(Makalah Perekonomian Indonesia Kelompok 3)
Di Indonesia sendiri, pemerintah telah menentukan arah dari
perkembangan industri negaranya. Hal ini tertuang dalam Kebijakan Industri Nasional (Perpres No. 28 Tahun 2008), RPJMN
2010-2014, dan Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2010-2014, serta
strategi Kabinet Indonesia Bersatu I & II, yang disebut dengan Trilogi
Pembangunan Industri, yang terdiri dari:
1. Pertumbuhan industri, melalui pengembangan dan penguatan klaster
industri prioritas (pro-growth);
2. Pemerataan industri, melalui pengembangan dan penguatan industri
kecil dan menengah (pro-growth dan pro-job);
3. Persebaran industri, melalui pengembangan industri unggulan di 33
provinsi dan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota (pro-job dan pro-poor).
(kemenperin.go.id)
Selain itu, pemerintah
melindungi perindustrian nasional seperti tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1984
Pasal 12 yang berisi: “Untuk mendorong
perkembangan cabang-cabang industry dan jenis-jenis industri di dalam negeri,
Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.”
Di dalam Pasal 7 UU No. 5 Tahun 1984 juga dinyatakan bahwa:
“Pemerintah melakukan pengaturan industri
untuk:
1. Mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik secara sehat dan
berhasil guna;
2. Mengembangkan persaingan yang baik dan sehat, mencegah persaingan
tidak jujur; dan
3.
Mencegah
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.”
(lih. Basri, Perekonomian Indonesia, hlm. 356
dan 370)
Industrialisasi bukan untuk menciptakan konglomerasi
yang menekan industri kecil dan rumah tangga. Bukan pula dengan menciptakan
industri besar dengan pemberian proteksi yang menyengsarakan konsumen, karena
dalam ekonomi rakyat kedaulatan harus ditegakkan.
(lih. Basri,
Perekonomian Indonesia, hlm. 219)
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Isi
Masyarakat dunia pada umumnya dan ASEAN pada khususnya, menyadari
bahwa sektor industri mampu menjadi pemimpin dalam membawa perekonomian menuju
pada kemajuan. Per Januari 2015
negara-negara di ASEAN telah bersepakat untuk bersama-sama menjalankan AEC.
Indonesia harus mempersiapkan diri agar mampu menghasilkan produk-produk dalam
negeri yang tidak kalah saing dengan produk negara tetangga. Hal ini berarti
Indonesia harus lebih menguatkan sektor industrinya, terlebih memicu anak
negeri agar mampu mengimplementasikan ide-ide kreatifnya untuk mendukung
perindustrian negara terutama dalam bidang teknologi.
Berdasarkan
data grafik 1 yang terdapat dalam lampiran, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan
sedang triwulanan (y-on-y) di Indonesia sangat fluktuatif pada setiap
triwulannya yang berada pada kisaran 11,10 persen sampai dengan 1,72 persen
selama rentang tahun 2011-2013. Pada
triwulan III 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 6,2% (yoy), dan
merupakan pertumbuhan tertinggi kedua di Asia setelah China, dan ke-5 tertinggi
di dunia.
Pertumbuhan industri pengolahan non-migas juga tidak lepas dari
meningkatnya kegiatan produksi di sektor industri manufaktur. Pada tabel 1
dapat dilihat bahwa dicapainya pertumbuhan industri non migas sebesar 6,50%
hingga triwulan III 2012 didukung oleh kinerja pertumbuhan sebagian besar
kelompok industri non migas, yang mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi.
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh kelompok industri pupuk, kimia & barang
dari karet yang mencapai pertumbuhan sebesar 8,91%. Kemudian diikuti oleh
kelompok industri semen dan barang galian bukan logam yang tumbuh sebesar
8,75%. Lalu kelompok industri makanan, minuman dan tembakau, yang mencapai
pertumbuhan sebesar 8,22%, dan kelompok Industri Alat Angkutan, Mesin dan
Peralatannya sebesar 7,52%. Setelah itu kelompok Industri Logam Dasar Besi dan
Baja yang tumbuh sebesar 5,70%, dan kelompok industri tekstil, barang kulit
& alas kaki yang tumbuh sebesar 3,64%. Kesembilan komoditas ini menjadi
andalan Indonesia dalam menghadapi AEC 2015.
Kekuatan industri
Indonesia juga terdapat pada industri kecil dan menengahnya. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 2, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil
pada triwulan I tahun 2013 (y-on-y) mengalami kenaikan sebesar 4,84 persen dari
triwulan I tahun 2012. Selain itu banyak studi kasus membuktikan bahwa usaha
kecil menengah (UKM) lebih tangguh dalam
menghadapi krisis moneter dibandingkan dengan usaha besar. Hal ini dikarenakan
modal yang dimiliki UKM tidak tergantung pada investor sehingga apabila
tiba-tiba investor menarik kembali semua modal yang ditanamkan, UKM tidak ikut
tergerus dalam arus ini dan dapat menyelamatkan perekonomian Indonesia.
Beberapa hal yang membuat industri nasional berkembang dan mampu
menjadi peluang bagi Indonesia dalam menghadapi AEC 2015 antara lain:
1.
Sumber daya alam (SDA) yang memadai. Ketersediaan SDA ini
membuat Indonesia tak kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, seperti dalam membangun
industri hilir dalam sektor non migas, migas dan barang tambang seperti besi
dan baja.
2.
Jumlah angkatan kerja Indonesia yang banyak. Sebagaimana
dilansir BPS, pada Mei 2013, jumlah angkatan kerja hingga Februari 2013
tercatat sebanyak 121,2 juta orang. Hal ini dapat menjadi kekuatan Indonesia
karena apabila semua angkatan kerja ini dilatih maka akan menghasilkan sumber
daya manusia yang tangguh dan membuat perekonomian Indonesia lebih maju.
3.
Wilayah Indonesia yang begitu luas serta dilengkapi kekayaan
alamnya membuat para investor dengan bebas memilih untuk membuka usaha.
4.
Jumlah penduduk yang banyak dan pertumbuhan kelas menengah
Indonesia yang bagus. Tingginya
indeks kepercayaan konsumen di Indonesia merupakan buah dari pertumbuhan kelas
menengah (middle class).
Pertumbuhan kelas menengah merupakan bagian tidak terpisahkan dari optimisme konsumen Indonesia.
Pertumbuhan masyarakat kelas menengah di Indonesia terbilang sangat pesat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Berdasarkan data Bank Dunia, tahun 2003 jumlah kelas menengah di Indonesia hanya sebesar 37,7%. Namun, pada tahun 2010 jumlah itu meningkat 56,6% mencapai 134 juta jiwa. Pertumbuhan kelas menengah ditengarai sebagai salah satu pemutar roda perekonomian.
Pertumbuhan kelas menengah merupakan bagian tidak terpisahkan dari optimisme konsumen Indonesia.
Pertumbuhan masyarakat kelas menengah di Indonesia terbilang sangat pesat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Berdasarkan data Bank Dunia, tahun 2003 jumlah kelas menengah di Indonesia hanya sebesar 37,7%. Namun, pada tahun 2010 jumlah itu meningkat 56,6% mencapai 134 juta jiwa. Pertumbuhan kelas menengah ditengarai sebagai salah satu pemutar roda perekonomian.
5.
Indonesia memperhatikan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM)
yang bisa turut menjadi aktor dan bersama-sama dengan usaha besar menggerakkan
roda produksi. Hal ini sangat membantu karena pada umumnya usaha kecil
menghasilkan barang-barang konsumsi, saat sektor perbankan mengalami keterpurukan
UKM tidak banyak terpengaruh karena lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek
pendanaan, dan UKM melakukan spesialisasi produksi yang ketat yaitu memproduksi
barang atau jasa tertentu saja dan cenderung fleksibel dalam memilih dan berganti
jenis usaha.
B.
Analisis
Hipotesis
Indonesia memiliki hasil sumber
daya alam yang melimpah. Berdasarkan data BPS dan laporan kinerja Kementerian
Perindustrian, pergerakan dan pertumbuhan industri di Indonesia menunjukkan
anomali yang baik. Investor yang datang menanamkan modal membuktikan bahwa
industri Indonesia tidak kalah saing dengan negara-negara anggota AEC. Bahkan
bila dibandingkan dengan beberapa negara, Indonesia dapat dikatakan lebih
unggul. Komoditas sektor industrinya banyak yang menjadi komoditas ekspor dan
bahkan diakui kualitasnya oleh dunia internasional. Saat ini juga sudah banyak
program pemerintah yang diadakan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya
manusianya yang dapat berguna untuk mendukung pertumbuhan ekonomi negara. Oleh
karena itu, Indonesia tidak perlu minder dengan negara di kawasan ASEAN lainnya
karena Indonesia dilihat mempunyai potensi besar dan mampu bersaing dalam
sektor industri terutama untuk menghadapi AEC 2015. Itu artinya Hipotesis 1
diterima dan Hipotesis 2 ditolak.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Indonesia
memiliki peluang besar dalam menghadapi AEC 2015 terutama pada sektor industri.
Hal ini terlihat dari kinerja sektor industri selama rentang tahun 2010-2013
mengalami peningkatan. Meskipun masih banyak yang masih harus dibenahi dalam
beberapa hal, tetapi Indonesia mempunyai peluang yang besar untuk menjadi
unggul dalam AEC 2015.
B.
Saran
Sebaiknya
industri yang ada di Indonesia tidak difokuskan di Tanah Jawa yang lebih subur
dibandingkan pulau-pulau yang lain, sehingga sektor industri tidak memakan
lahan pertanian. Hal ini dikarenakan Indonesia dasarnya adalah negara agraris
sehingga sektor pertanian tetap dapat berkembang dengan baik. Jika sektor
pertanian dan sektor industri dapat bersinergi dengan baik, maka perekonomian
Indonesia akan semakin kuat.
Semoga
generasi muda saat ini mampu menciptakan teknologi sendiri sehingga
industri-industri yang ada di Indonesia tidak terus menerus dikuasai oleh pihak
asing. Selain itu, dalam proses produksinya, diharapkan pihak pemilik dan
pengambil keputusan memperhatikan kesehatan lingkungan dengan mengolah asap dan
limbah pabrik terlebih dahulu sebelum dibuang serta memperhatikan kesejahteraan
karyawan dan buruhnya dengan mempekerjakan secara manusiawi karena mereka
adalah aset perusahaan sekaligus rekanan dan menjadi ujung tombak dalam
melakukan produksi.
BAB V
DAFTAR
PUSTAKA
A.
Lampiran
-
Grafik 1
Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan
Sedang Triwulanan 2011–2013
-
Tabel 1
Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas Menurut Cabang-Cabang Industri
No
|
Lapangan Usaha
|
2010
|
2011
|
TW III Kum 2011
|
TW III Kum 2012
|
1
|
Makanan, Minuman, dan
Tembakau
|
2,78
|
9,19
|
7,50
|
8,22
|
2
|
Tekstil, Barang Kulit, dan Alas
Kaki
|
1,77
|
7,52
|
8,77
|
3,64
|
3
|
Barang Kayu dan Hasil Hutan
Lainnya
|
-3,47
|
0,35
|
1,07
|
-4,21
|
4
|
Kertas dan Barang Cetakan
|
1,67
|
1,50
|
2,50
|
-4,50
|
5
|
Pupuk, Kimia, dan Barang dari
Karet
|
4,70
|
3,95
|
4,30
|
8,91
|
6
|
Semen dan Barang Galian Bukan
Logam
|
2,18
|
7,19
|
6,21
|
8,75
|
7
|
Logam Dasar Besi dan Baja
|
2,38
|
13,06
|
14,43
|
5,70
|
8
|
Alat Angkutan, Mesin dan
Peralatannya
|
10,38
|
7,00
|
7,13
|
7,52
|
9
|
Barang Lainnya
|
3,00
|
1,82
|
4,66
|
-2,11
|
|
Industri Non Migas
|
5,12
|
6,83
|
6,63
|
6,50
|
|
Produk Domestik Bruto (PDB)
|
6,20
|
6,46
|
6,45
|
6,29
|
-
Tabel 2
Pertumbuhan Produksi Industri
Manufaktur Mikro dan Kecil Triwulanan 2011–2013 (persen)
B.
Sumber:
1.
Dumairy,
1996: Perekonomian Indonesia,
Erlangga, Jakarta.
2.
Basri,
Faisal, 2009: Perekonomian Indonesia, Erlangga,
Jakarta.
3.
Makalah
Perekonomian Indonesia Kelompok 3 Tentang Pertanian dan Industri.