Rabu, 18 Desember 2013

contoh mini paper :)

TUGAS AKHIR PEREKONOMIAN INDONESIA

PELUANG SEKTOR INDUSTRI INDONESIA
DALAM MENGHADAPI AEC 2015








Disusun oleh:
Elizabeth Hutami Widowati
F0312044
S1-Akuntansi Universitas Sebelas Maret
Surakarta




BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pembuatan mesin untuk memudahkan kerja manusia sebenarnya sudah ada sejak zaman purbakala. Namun manusia belum memproduksi mesin secara besar-besaran. Semenjak tercetusnya Revolusi Industri di Perancis, sektor industri mulai berkembang dengan pesat. Hampir semua negara di dunia terutama negara maju saat itu mulai berlomba-lomba memperbarui teknologi dan memproduksinya secara besar-besaran. Ambisi tiap negara maju hampir sama, yaitu mengeksploitasi negara jajahannya menggunakan mesin sehingga mampu menghasilkan produk yang lebih tahan lama apabila ingin dikirim ke luar negara jajahan dibanding produk mentah.
Saat itu Indonesia juga mendapat pengaruh secara langsung dari Revolusi Industri tersebut. Di wilayah Indonesia terutama di Pulau Jawa, mulai bermunculan pabrik-pabrik yang didirikan oleh negara jajahannya. Contohnya adalah pabrik gula. Pabrik ini mampu menghasilkan gula yang lebih awet jika dibawa keluar Indonesia menuju negara lain (diekspor) dibandingkan dengan bahan mentahnya yaitu tebu.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak negara maju yang melirik Indonesia untuk mendirikan berbagai macam industri. Setelah Indonesia merdeka, banyak pabrik yang dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah menyadari pentingnya kehadiran berbagai macam industri untuk perkembangan perekonomian Indonesia. Sejak saat itu pabrik-pabrik semakin banyak bermunculan di Indonesia karena pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian dengan berbagai negara untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya. Penulis mengambil judul “PELUANG SEKTOR INDUSTRI INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC 2015” karena ingin menganalisis kekuatan perekonomian Indonesia yang ditopang oleh sektor perindustriannya terutama dalam mempersiapkan diri menghadapi AEC 2015.
B.      Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat menjadi acuan dalam penulisan essay ini yaitu:
1.       Bagaimana kinerja industri Indonesia dalam rentang tahun 2011-2013?
2.       Bagaimana peluang industri Indonesia terutama dalam menghadapi AEC 2015?

C.       Rumusan Hipotesis
Hipotesis 1:
                Indonesia dilihat mempunyai potensi besar dan mampu bersaing dalam sektor industri terutama untuk menghadapi AEC 2015.
Hipotesis 2:
                Indonesia masih tertinggal dengan negara anggota AEC lainnya terutama pada sektor industri sehingga dianggap masih belum mampu bersaing.
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
Dalam keterkaitan dengan dunia perindustrian, asumsi Teori Ricardian dapat digunakan untuk menjadi acuan. Asumsi tersebut berbicara mengenai:
a)      Seluruh tanah digunakan untuk produksi gandum dan angkatan kerja dalam pertanian membantu menentukan distribusi industri;
b)     “law of diminishing return” berlaku bagi tanah;
c)      Persediaan tanah adalah tetap;
d)     Permintaan akan tanah benar-benar inelastis;
e)      Buruh dan modal adalah masukan yang bersifat variabel;
f)       Keadaan pengetahuan teknis adalah tertentu (given);
g)       Seluruh buruh dibayar dengan upah yang cukup untuk hidup secara minimal;
h)     Harga penawaran buruh adalah tertentu dan tetap;
i)       Permintaan akan buruh tergantung pada pemupukan modal; dan bahwa baik harga permintaan maupun penawaran buruh tidak tergantung pada produktivitas marginal tenaga kerja.
j)       Terdapat persaingan yang sempurna;
k)     Pemupukan modal dihasilkan dari keuntungan
Teori Ricardo mengenai saling hubungan antara tiga kelompok dalam perekonomian yaitu tuan tanah, kapitalis dan buruh. Kepada tiga kelompok ini, keseluruhan hasil tanah dibagi-bagikan.
        Pembagian sewa keuntungan dan upah.  Pada saat hasil gandum tertentu, andil masing-masing kelompok dapat ditentukan. Sewa per unit buruh adalah perbedaan antara produk rata-rata dan produk marginal. Atau keseluruhan sewa sama dengan perbedaan antara produk rata-rata dengan produk marginal dikalikan dengan banyaknya tenaga kerja dan modal yang digunakan dalam pengolahan tanah.
        Proses pemupukan modal. Menurut Ricardo, pemupukan modal merupakan keuntungan, sebab keuntungan merupakan kekayaan yang disisihkan untuk pembentukan modal. Pemupukan modal tergantung pada 2 faktor: (1) kemampuan untuk menabung dan  (2) kemauan untuk menabung
        Tingkat keuntungan. Tingkat keuntungan = keuntungan/upah (keuntungan dibagi upah). Tingkat keuntungan sama dengan rasio keuntungan terhadap modal yang digunakan. Tetapi karena modal hanya terdiri dari modal kerja, maka keuntungan sama dengan rekening upah. Sepanjang tingkat keuntungan positif, pemupukan modal akan berlanjut.
        Kenaikan upah. Ricardo mencoba menunjukkan bahwa hanya dalam kondisi lain pemupukan modal akan mengurangi keuntungan. Didalam sistem Ricardo, upah memainkan peranan aktif dalam menentukan pendapatan antara modal dengan buruh. Tingkat upah meningkat bila harga barang yang dibutuhkan buruh meningkat.
        Berkurangnya keuntungan pada industri lain. Menurut Ricardo “keuntungan petani menentukan keuntungan seluruh usaha yang lain. Karena itu tingkat keuntungan uang yang diperoleh dari modal harus sama dengan keseimbangan, baik dalam pertanian ataupun dalam industri.
Sumber lain pemupukan modal. menurut Ricardo, pembangunan ekonomi tergantung pada perbedaan antara produksi dan konsumsi. Karena itu ia menekankan pentingnya peningkatan produksi dan pengurangan konsumsi. Dalam istilah Ricardo modal dapat dinaikkan dengan cara menaikkan produksi atau dengan mengurangi konsumsi yang tidak produktif.
(Makalah Perekonomian Indonesia Kelompok 3)
Di Indonesia sendiri, pemerintah telah menentukan arah dari perkembangan industri negaranya. Hal ini tertuang dalam Kebijakan Industri Nasional (Perpres No. 28 Tahun 2008), RPJMN 2010-2014, dan Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2010-2014, serta strategi Kabinet Indonesia Bersatu I & II, yang disebut dengan Trilogi Pembangunan Industri, yang terdiri dari:
1. Pertumbuhan industri, melalui pengembangan dan penguatan klaster industri prioritas (pro-growth);
2. Pemerataan industri, melalui pengembangan dan penguatan industri kecil dan menengah (pro-growth dan pro-job);
3. Persebaran industri, melalui pengembangan industri unggulan di 33 provinsi dan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota (pro-job dan pro-poor).
(kemenperin.go.id)
                Selain itu, pemerintah melindungi perindustrian nasional seperti tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1984 Pasal 12 yang berisi: “Untuk mendorong perkembangan cabang-cabang industry dan jenis-jenis industri di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.” Di dalam Pasal 7 UU No. 5 Tahun 1984 juga dinyatakan bahwa:
Pemerintah melakukan pengaturan industri untuk:
1.       Mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik secara sehat dan berhasil guna;
2.       Mengembangkan persaingan yang baik dan sehat, mencegah persaingan tidak jujur; dan
3.       Mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang  merugikan masyarakat.”
(lih. Basri, Perekonomian Indonesia, hlm. 356 dan 370)
Industrialisasi bukan untuk menciptakan konglomerasi yang menekan industri kecil dan rumah tangga. Bukan pula dengan menciptakan industri besar dengan pemberian proteksi yang menyengsarakan konsumen, karena dalam ekonomi rakyat kedaulatan harus ditegakkan.
(lih. Basri, Perekonomian Indonesia, hlm. 219)

BAB III
PEMBAHASAN
A.      Isi
Masyarakat dunia pada umumnya dan ASEAN pada khususnya, menyadari bahwa sektor industri mampu menjadi pemimpin dalam membawa perekonomian menuju pada kemajuan.  Per Januari 2015 negara-negara di ASEAN telah bersepakat untuk bersama-sama menjalankan AEC. Indonesia harus mempersiapkan diri agar mampu menghasilkan produk-produk dalam negeri yang tidak kalah saing dengan produk negara tetangga. Hal ini berarti Indonesia harus lebih menguatkan sektor industrinya, terlebih memicu anak negeri agar mampu mengimplementasikan ide-ide kreatifnya untuk mendukung perindustrian negara terutama dalam bidang teknologi.
Berdasarkan data grafik 1 yang terdapat dalam lampiran, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang triwulanan (y-on-y) di Indonesia sangat fluktuatif pada setiap triwulannya yang berada pada kisaran 11,10 persen sampai dengan 1,72 persen selama rentang tahun 2011-2013. Pada triwulan III 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 6,2% (yoy), dan merupakan pertumbuhan tertinggi kedua di Asia setelah China, dan ke-5 tertinggi di dunia.
Pertumbuhan industri pengolahan non-migas juga tidak lepas dari meningkatnya kegiatan produksi di sektor industri manufaktur. Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa dicapainya pertumbuhan industri non migas sebesar 6,50% hingga triwulan III 2012 didukung oleh kinerja pertumbuhan sebagian besar kelompok industri non migas, yang mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh kelompok industri pupuk, kimia & barang dari karet yang mencapai pertumbuhan sebesar 8,91%. Kemudian diikuti oleh kelompok industri semen dan barang galian bukan logam yang tumbuh sebesar 8,75%. Lalu kelompok industri makanan, minuman dan tembakau, yang mencapai pertumbuhan sebesar 8,22%, dan kelompok Industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya sebesar 7,52%. Setelah itu kelompok Industri Logam Dasar Besi dan Baja yang tumbuh sebesar 5,70%, dan kelompok industri tekstil, barang kulit & alas kaki yang tumbuh sebesar 3,64%. Kesembilan komoditas ini menjadi andalan Indonesia dalam menghadapi AEC 2015.
Kekuatan industri Indonesia juga terdapat pada industri kecil dan menengahnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil pada triwulan I tahun 2013 (y-on-y) mengalami kenaikan sebesar 4,84 persen dari triwulan I tahun 2012. Selain itu banyak studi kasus membuktikan bahwa usaha kecil menengah (UKM) lebih  tangguh dalam menghadapi krisis moneter dibandingkan dengan usaha besar. Hal ini dikarenakan modal yang dimiliki UKM tidak tergantung pada investor sehingga apabila tiba-tiba investor menarik kembali semua modal yang ditanamkan, UKM tidak ikut tergerus dalam arus ini dan dapat menyelamatkan perekonomian Indonesia.
Beberapa hal yang membuat industri nasional berkembang dan mampu menjadi peluang bagi Indonesia dalam menghadapi AEC 2015 antara lain:
1.       Sumber daya alam (SDA) yang memadai. Ketersediaan SDA ini membuat Indonesia tak kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, seperti dalam membangun industri hilir dalam sektor non migas, migas dan barang tambang seperti besi dan baja.
2.       Jumlah angkatan kerja Indonesia yang banyak. Sebagaimana dilansir BPS,  pada Mei 2013, jumlah angkatan kerja hingga Februari 2013 tercatat sebanyak 121,2 juta orang. Hal ini dapat menjadi kekuatan Indonesia karena apabila semua angkatan kerja ini dilatih maka akan menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh dan membuat perekonomian Indonesia lebih maju.
3.       Wilayah Indonesia yang begitu luas serta dilengkapi kekayaan alamnya membuat para investor dengan bebas memilih untuk membuka usaha.
4.       Jumlah penduduk yang banyak dan pertumbuhan kelas menengah Indonesia yang bagus.   Tingginya indeks kepercayaan konsumen di Indonesia merupakan buah dari pertumbuhan kelas menengah (middle class). 
Pertumbuhan kelas menengah merupakan bagian tidak terpisahkan dari optimisme konsumen Indonesia. 
Pertumbuhan masyarakat kelas menengah di Indonesia terbilang sangat pesat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Berdasarkan data Bank Dunia, tahun 2003 jumlah kelas menengah di Indonesia hanya sebesar 37,7%. Namun, pada tahun 2010 jumlah itu meningkat 56,6% mencapai 134 juta jiwa. Pertumbuhan kelas menengah ditengarai sebagai salah satu pemutar roda perekonomian.
5.       Indonesia memperhatikan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bisa turut menjadi aktor dan bersama-sama dengan usaha besar menggerakkan roda produksi. Hal ini sangat membantu karena pada umumnya usaha kecil menghasilkan barang-barang konsumsi, saat sektor perbankan mengalami keterpurukan UKM tidak banyak terpengaruh karena lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan, dan UKM melakukan spesialisasi produksi yang ketat yaitu memproduksi barang atau jasa tertentu saja dan cenderung fleksibel dalam memilih dan berganti jenis usaha.
B.      Analisis Hipotesis
Indonesia memiliki hasil sumber daya alam yang melimpah. Berdasarkan data BPS dan laporan kinerja Kementerian Perindustrian, pergerakan dan pertumbuhan industri di Indonesia menunjukkan anomali yang baik. Investor yang datang menanamkan modal membuktikan bahwa industri Indonesia tidak kalah saing dengan negara-negara anggota AEC. Bahkan bila dibandingkan dengan beberapa negara, Indonesia dapat dikatakan lebih unggul. Komoditas sektor industrinya banyak yang menjadi komoditas ekspor dan bahkan diakui kualitasnya oleh dunia internasional. Saat ini juga sudah banyak program pemerintah yang diadakan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya yang dapat berguna untuk mendukung pertumbuhan ekonomi negara. Oleh karena itu, Indonesia tidak perlu minder dengan negara di kawasan ASEAN lainnya karena Indonesia dilihat mempunyai potensi besar dan mampu bersaing dalam sektor industri terutama untuk menghadapi AEC 2015. Itu artinya Hipotesis 1 diterima dan Hipotesis 2 ditolak.
BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Indonesia memiliki peluang besar dalam menghadapi AEC 2015 terutama pada sektor industri. Hal ini terlihat dari kinerja sektor industri selama rentang tahun 2010-2013 mengalami peningkatan. Meskipun masih banyak yang masih harus dibenahi dalam beberapa hal, tetapi Indonesia mempunyai peluang yang besar untuk menjadi unggul dalam AEC 2015.
B.      Saran
Sebaiknya industri yang ada di Indonesia tidak difokuskan di Tanah Jawa yang lebih subur dibandingkan pulau-pulau yang lain, sehingga sektor industri tidak memakan lahan pertanian. Hal ini dikarenakan Indonesia dasarnya adalah negara agraris sehingga sektor pertanian tetap dapat berkembang dengan baik. Jika sektor pertanian dan sektor industri dapat bersinergi dengan baik, maka perekonomian Indonesia akan semakin kuat.
Semoga generasi muda saat ini mampu menciptakan teknologi sendiri sehingga industri-industri yang ada di Indonesia tidak terus menerus dikuasai oleh pihak asing. Selain itu, dalam proses produksinya, diharapkan pihak pemilik dan pengambil keputusan memperhatikan kesehatan lingkungan dengan mengolah asap dan limbah pabrik terlebih dahulu sebelum dibuang serta memperhatikan kesejahteraan karyawan dan buruhnya dengan mempekerjakan secara manusiawi karena mereka adalah aset perusahaan sekaligus rekanan dan menjadi ujung tombak dalam melakukan produksi.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
A.      Lampiran
-          Grafik 1
Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Triwulanan 2011–2013

-          Tabel 1
Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas Menurut Cabang-Cabang Industri

No
Lapangan Usaha
2010
2011
TW III Kum 2011
TW III Kum 2012
1
Makanan, Minuman, dan
Tembakau
2,78
9,19
7,50
8,22
2
Tekstil, Barang Kulit, dan Alas
Kaki
1,77
7,52
8,77
3,64
3
Barang Kayu dan Hasil Hutan
Lainnya
-3,47
0,35
1,07
-4,21
4
Kertas dan Barang Cetakan
1,67
1,50
2,50
-4,50
5
Pupuk, Kimia, dan Barang dari
Karet
4,70
3,95
4,30
8,91
6
Semen dan Barang Galian Bukan
Logam
2,18
7,19
6,21
8,75
7
Logam Dasar Besi dan Baja
2,38
13,06
14,43
5,70
8
Alat Angkutan, Mesin dan
Peralatannya
10,38
7,00
7,13
7,52
9
Barang Lainnya
3,00
1,82
4,66
-2,11

Industri Non Migas
5,12
6,83
6,63
6,50

Produk Domestik Bruto (PDB)
6,20
6,46
6,45
6,29

-          Tabel 2
Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil Triwulanan 2011–2013 (persen)
B.      Sumber:
1.       Dumairy, 1996: Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta.
2.       Basri, Faisal, 2009: Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta.
3.       Makalah Perekonomian Indonesia Kelompok 3 Tentang Pertanian dan Industri.
4.       www.kemenperin.go.id
5.       www.bps.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar