JAKARTA, KOMPAS.com – Empat tersangka dalam kasus
penyaluran kredit fiktif Bank Syariah Mandiri (BSM) cabang Bogor senilai Rp 102
miliar diketahui bagian sindikat perbankan. Para pelaku memiliki peran berbeda
dalam melancarkan aksinya.
“Mereka merupakan sindikat yang melakukan kredit fiktif,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie di Mabes Polri, Kamis (24/10/2013).
Sayangnya, Ronny masih enggan membeberkan peran masing-masing tersangka dalam kasus ini. Pasalnya, saat ini keempat tersangka masih menjalani proses pemeriksaan lanjutan setelah dinyatakan resmi ditahan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Sementara, ia menjelaskan, modus yang digunakan tersangka yakni memalsukan identitas para nasabah, baik melalui KTP, maupun melalui persyaratan administrasi lainnya. Tindakan pemalsuan tersebut dilakukan oleh salah seorang tersangka yang bertindak sebagai debitur bernama Iyan Permana.
“Untuk mengetahui apakah dokumen itu palsu atau tidak tentu membutuhkan keterangan ahli yang berkaitan dengan pemalsuan juga,” ujarnya.
Ronny menambahkan, penyelidikan atas kasus ini bermula dari laporan yang diajukan BSM pusat ke Bareskrim Polri pada bulan September 2013. Mendapat laporan tersebut, penyidk Dittipideksus Bareskrim Polri kemudian melakukan penyelidikan. Barulah pada bulan Oktober 2013, setelah menemukan alat bukti yang cukup, kasus ini ditingkatkan ke penyidikan. Keempat tersangka yang diduga terlibat dalam kasus ini pun diamankan.
“Tentu saja ini menjadi prestasi bagi penyidik, karena dalam waktu singkat dapat mengungkap kasus ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Bareskrim telah menetapkan empat tersangka terkait kasus penyaluran kredit fiktif sebesar Rp 102 miliar yang disalurkan BSM cabang Bogor kepada 197 nasabah fiktif. Akibat penyaluran kredit tersebut, perseroan berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp 59 miliar.
Keempat tersangka yang telah ditahan oleh penyidik adalah Kepala Cabang BSM Bogor M. Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu (KCP) BSM Bogor Chaerulli Hermawan, Accounting Officer BSM KCP Bogor John Lopulisa, dan seorang debitur, Iyan Permana.
Keempat tersangka tersebut ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri. Akibat perbuatannya keempat tersangka diancam dengan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Mereka merupakan sindikat yang melakukan kredit fiktif,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie di Mabes Polri, Kamis (24/10/2013).
Sayangnya, Ronny masih enggan membeberkan peran masing-masing tersangka dalam kasus ini. Pasalnya, saat ini keempat tersangka masih menjalani proses pemeriksaan lanjutan setelah dinyatakan resmi ditahan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Sementara, ia menjelaskan, modus yang digunakan tersangka yakni memalsukan identitas para nasabah, baik melalui KTP, maupun melalui persyaratan administrasi lainnya. Tindakan pemalsuan tersebut dilakukan oleh salah seorang tersangka yang bertindak sebagai debitur bernama Iyan Permana.
“Untuk mengetahui apakah dokumen itu palsu atau tidak tentu membutuhkan keterangan ahli yang berkaitan dengan pemalsuan juga,” ujarnya.
Ronny menambahkan, penyelidikan atas kasus ini bermula dari laporan yang diajukan BSM pusat ke Bareskrim Polri pada bulan September 2013. Mendapat laporan tersebut, penyidk Dittipideksus Bareskrim Polri kemudian melakukan penyelidikan. Barulah pada bulan Oktober 2013, setelah menemukan alat bukti yang cukup, kasus ini ditingkatkan ke penyidikan. Keempat tersangka yang diduga terlibat dalam kasus ini pun diamankan.
“Tentu saja ini menjadi prestasi bagi penyidik, karena dalam waktu singkat dapat mengungkap kasus ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Bareskrim telah menetapkan empat tersangka terkait kasus penyaluran kredit fiktif sebesar Rp 102 miliar yang disalurkan BSM cabang Bogor kepada 197 nasabah fiktif. Akibat penyaluran kredit tersebut, perseroan berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp 59 miliar.
Keempat tersangka yang telah ditahan oleh penyidik adalah Kepala Cabang BSM Bogor M. Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu (KCP) BSM Bogor Chaerulli Hermawan, Accounting Officer BSM KCP Bogor John Lopulisa, dan seorang debitur, Iyan Permana.
Keempat tersangka tersebut ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri. Akibat perbuatannya keempat tersangka diancam dengan Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Beberapa
potongan berita lainnya mengenai kasus ini:
1. Pada 2012, tim audit internal BSM
menemukan pelanggaran tindak pidana perbankan yang dilakukan pegawainya. Hasil
audit internal ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri pada September 2012.
“Untuk memproses, BSM melapor ke Mabes Polri September 2012. Dengan pelaporan
ini BSM menyerahkan penanganan pada proses hukum” ujar Corporate Secretary BSM,
Taufik Markus di Wisma Mandiri, Jl. MH. Thamrin, Jakpus. (detik.com tanggal 24/10/2013)
2. Bambang Sulistyo (kuasa hukum BSM)
menjelaskan bahwa BSM memiliki direktorat kepatuhan yang selalu memantau
penyaluran kredit di setiap cabang. Jika ada hal yang mencurigakan, maka tim
audit khusus akan bekerja. “Dengan adanya ini menunjukkan BSM punya sistem
internal kontrol yang bagus”, ungkapnya. (detik.com
tanggal 24/10/2013)
3. “Jumlah penyaluran Rp102 M. Kerugian masih
dalam proses penyidikan, yang belum kembali sekitar Rp50 M. Sisanya sudah
kembali, tapi itu angka Rp50 M masih proses, bukan kerugian yang pasti”, jelas
Bambang. (detik.com 24/10/2013)
4. Dari 197 pengajuan kredit, 113 di
antaranya fiktif. Akibat kredit fiktif itu, BSM sudah menggelontorkan dana
sebesar Rp102 Miliar, namun Rp50 Miliar diantaranya sudah dikembalikan ke BSM.
“Sehingga total kerugian saat ini sekitar Rp52 Milyar”, pungkas Arif Sulistyo
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Polri. (detik.com tanggal 25/10/2013)
5. Pengajuan kredit ini sudah dimulai sejak
Juli 2012. Akibat kredit fiktif ini, BSM Bogor menggelontorkan dana Rp102
Miliar. Baru Rp50 Miliar dana yang dikembalikan pada pihak BSM. (detik.com tanggal 25/10/2013)
6. Keempat tersangka adalah Kepala Cabang BSM
Bogor M. Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan,
Accounting Officer BSM cabang pembantu Bogor John Lopulisa, dan seorang
debitur, Iyan Permana. (kompas.com
tanggal 25/10/2013)
7. Penyidik, kata Arief, menduga telah
terjadi persengkongkolan antara Iyan dengan tiga pegawai BSM cabang Bogor.
Pasalnya, ada dugaan pemberian kompensasi kepada pegawai perbankan. Ada pun
bentuk kompensasi itu, kata Arief, berbentuk uang dan mobil. (kompas.com tanggal 25/10/2013)
8. Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas.com, proses pengajuan dan
pencairan kredit tersebut terjadi antara Juli 2011 - Mei 2012 dengan plafon
kredit antara Rp 100 juta - Rp 200 juta. Pencairan kredit tersebut diajukan
untuk pembiayaan perumahan. Rupanya, kata Arief, proses pencairan kredit itu
tidak melewati mekanisme perbankan yang semestinya.(kompas.com tanggal 25/10/2013)
9.Rupanya, kata Arief, proses pencairan
kredit itu tidak melewati mekanisme perbankan yang semestinya. Pihak perbankan,
yang seharusnya melakukan cross-check
terhadap data yang diberikan debitor, meniadakan hal tersebut.(kompas.com tanggal 25/10/2013)
10. “Dia yang ngajukan kredit pembiayaan akad
mudharabah untuk pembiayaan bangun rumah,” ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi
dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto di Mabes Polri,
Jakarta Selatan, Jumat 25/10/2013. (tribunnews.com)
Komentar:
Internal
audit dari Bank Syariah Mandiri disebutkan telah menemukan kasus kecurangan ini
pada bulan September 2012, seharusnya langsung memberikan informasi pada
eksternal audit terkait dengan kasus ini.
Beberapa sumber mengatakan bahwa BSM memiliki
direktorat kepatuhan yang selalu memantau penyaluran kredit di setiap cabang.
Ini menunjukkan kalau sistem internal kontrol pada BSM sendiri sudah bagus.
Kemungkinan kejahatan ini bisa rapi dilakukan karena pelaku memiliki jabatan
penting di dalam bank sehingga sudah mengetahui segala prosedur dan titik
kelemahan pada bank.
Peran Bank Indonesia selaku otoritas
perbankan melakukan pengawasan dengan pendekatan pengawasan berdasarkan
kepatuhan dan berdasarkan risiko, yaitu pengawasan/pemeriksaan yang difokuskan
pada risiko yang melekat pada aktivitas fungsional bank, serta sistem
pengendalian risiko, sehingga dapat melakukan pencegahan permasalahan yang
potensial timbul di bank. Selain itu kantor akuntan publik juga harus tegas
mengambil peran untuk menindak kasus-kasus serupa.
Ketika sudah terjadi kasus besar ini maka
yang bisa dilakukan adalah menegakkan keadilan dan menjalankan hukum sesuai
perundangan yang berlaku, contohnya saja seperti pada UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pasal 69 ayat 3 menyatakan “Dalam hal laporan
keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang
dirugikan”. Kasus yang terjadi merupakan kesempatan perbankan Indonesia untuk
introspeksi untuk menyempurnakan pengawasan ke arah yang lebih berbasis risiko.
Jika perekonomian Indonesia ingin menanjak
naik dan menunjukkan prestasi yang baik, maka harus dibarengi dengan
pembentukan karakter yang baik pula. Ranah keuangan adalah lahan basah, oleh
karena itu sumber daya manusia di Indonesia terutama para pelaku ekonomi harus
ditempa kepribadiannya menjadi individu yang berintegritas tinggi dan tidak
hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar